window.location.href="http://rumahputih.net/" ..tera di sesela gegas-gesa <$BlogRSDURL$>
...tera di sesela gegas-gesa
Thursday, April 03, 2008

Membuka Imajinasi




Siapa yang dapat menghentikan imajinasi? Pertanyaan ini layak dilontarkan setelah tersiar beberapa foto artis yang berpakaian minim, atau berulah "nakal" di diskotik. Nia Ramadhani misalnya, merasa heran ketika fotonya yang berbikini dijadikan berita. Dia merasa wajar jika berbikini di kolam renang. "Kecuali itu mall, itu bisa diomongin," ucapnya. Soal pria yang memeluk dan dia peluk, Nia juga punya jawaban. "Itu saudara saya, nggak mungkinlah mereka ngapa-ngapain," ujarnya saat ditemui dalam premier film terbarunya Kesurupan, di Senayan City XXI, Jakarta, Selasa (25/3) malam.

Sebelum Nia, Julie Estele juga mengemukakan argumen yang sama. Dia merasa heran, mengapa fotonya dengan pakaian renang itu dipermasalahkan. Apalagi, dalam liburan romantis itu, dia bersama kekasihnya, juga diketahui orangtuanya. "Heran saja, mengapa hal itu diributkan," tukasnya.

Davina juga punya jawaban, ketika foto-foto nude-nya tersebar di internet. "Itu foto fashion," jelasnya.

Ya, foto telanjang Davina memang artistik, hitam-putih, dan tidak menonjolkan sensualitas. Pengaturan cahaya, sudut pengambilan, juga fokus tubuh, menyiratkan pendekatan fotografi yang terencana matang. Jadi, seperti juga Nia dan Julie, foto mereka hadir dalam "konteks" yang dapat diterima, di kolam renang, liburan di Lombok, dan kepentingan fesyen. Yang dilupakan oleh mereka adalah kehadiran jendela imajinasi, ketika melihat foto tersebut.

Imajinasi tak punya rumah, dia mengembara ke mana pun, tanpa ketetapan arah. Imajinasi hanya butuh pemantik, dan foto-foto Nia, Julie, juga Davina, menyediakannya. Melihat foto mereka, imajnasi bekerja bukan pada apa yang terlihat, melainkan yang tersembunyi, yang tak terekam dalam kamera. "Apa yang mereka lakukan dalam liburan itu? Benarkah mereka sekadar berlibur?" tanya narator "Insert Investigasi".

Yang tidak terlihat tapi dapat direka, itulah yang membuat imajinasi bekerja, dan kemudian jadi "berita". Komposisi imajinasi pun dijabarkan dalam satu praduga, jika demikian bebasnya liburan Julie dan Moreno, tentu pacaran mereka pun lebih "berani" dari itu? Imajinasi lebih berkembang lagi, "Apakah mereka tidur satu kamar ketika liburan itu? Benarkah orangtua Julie ikut dan mengawasi?"

Barangkali, komposisi imajinasi tidak mengarah ke sana. Tapi, "Insert Investigasi" dan infotainmen lain harus mengelolanya, agar kontroversi tercipta. Foto Evan Sander yang mepet badan dengan lelaki bule pun, menjadi rangkaian imajinasi yang luar biasa. Komposisi cerita disusun, keraguan ditanan, dan kesimpulan disiapkan: Evan Sanders, barangkali, tak sepenuhnya lelaki. Evan belingsatan menghadapi spekulasi ini, dia membatah, dan segera berkabar akan secepatnya menikah.

Nia, seperti yang lainnya, bukan tak menyadari peluang imajinasi itu. Dengan menjelaskan konteks peristiwa, juga pelaku sebagai saudara-saudaranya, dia mencoba menutup cerita bahwa tak ada "hal yang tersembunyi" dari yang tampak. Nia bahkan harus menambah dengan keterangan bahwa orangtuanya sudah tahu, "Mereka nggak masalah dengan foto itu." Penjelasan itu, bagi Nia, adalah penutup yang jelas untuk menghilangkan purbasangka.

Tapi, prasangka, imajinasi, tak akan pernah bisa dikendalikan, apalagi dilarang. Terutama, ketika infotainmen telah menjadi industri yang menggurita seperti ini. Imajinasi harus dihadirkan, dikelola, diliarkan, dalam prasangka-prasangka yang bahkan terkesan mengada-ada. Nia, Julie, dan Davina, barangkali memang jujur menjelaskan konteks foto-foto mereka. Tapi gosip akan selalu meragukannya, dan imajinasi menjadikannya kontroversi. Nia, Julie, juga Davina, seharusnya menyadari hal itu, dan tak perlu mengheraninya. Karena mereka pun hidup dalam dunia imajinasi banyak orang, dan berusaha diimajinasikan khalayak. Ketika foto mereka hadir dalam kesemestaan yang berbeda, mereka harus menerima jika imajinasi menafsirkan berbeda. Bukankah mungkin, foto pribadi itu mereka sendiri yang menyebarkannya, sebagai cara untuk terus berada dalam kepala banyak orang, membuka imajinasi, dalam prasangka, yang membuat mereka dapat terus jadi berita.


[Telah dimuat dalam "Tajuk", Tabloid Cempaka, Kamis 3 April 2008]