window.location.href="http://rumahputih.net/" ..tera di sesela gegas-gesa <$BlogRSDURL$>
...tera di sesela gegas-gesa
Monday, May 05, 2008

Gosip Tamara dan Socrates

Untuk pemamah gosip, Socrates punya nasihat


"Selama dua tahun ini saya terus difitnah, dihina, dan bahkan semua itu sudah terlewat keji sehingga menyebabkan marah saya sudah sampai puncaknya. Saya benar-benar marah, dan mohon maaf atas kemarahan itu. Saya ini manusia biasa...." ujar Tamara, pelan.

Dalam jumpa pers di La Citra Cafe, Pondok Indah, Jakarta Selatan itu, Tamara hanya berbicara pendek. Itu pun terbata-bata, tertahan amarah. Selebihnya, keterangan diberikan oleh pengacaranya, Muhajir Sodruddin. Intinya, Tamara membantah gosip bahwa dia tengah hamil. Dia juga percaya, semua gosip atau fitnah yang menimpanya selama ini, bukan atas campur tangan Rafly, mantan suaminya. Dan karena berada di batas sabar, Tamara akan menempuh langkah hukum untuk setiap gosip atau fitnah yang ditujukan padanya. "Bila ada unsur-unsur tindak pidana, kami akan tempuh jalur hukum. Terutama kalau tahu siapa yang menyebar fitnah," tandas Muhajir.

Tamara Natalia Christina Mayawati Bleszynski memang berkali-kali tertepa gosip tak sedap, bahkan mengerikan. Dia pun acap menebarkan ancaman untuk memidanakan penyebar gosip tersebut. Tapi, seperti jumpa pers yang tayang di "Insert" tahun lalu itu, syarat "Terutama kalau tahu siapa yang menyebarkan fitnah" tak pernah mampu Tamara dapatkan. Pemidanaan tak pernah jadi kenyataan. Bahkan, atas "gosip" dia telah berhubungan intim dengan Mike Lewis pun, Tamara akhirnya cuma menangis.

Kini gosip yang lebih seru menderanya. Tamara diringkus polisi karena tertangkap tengah nyabu di Apartemen ITC Permata Hijau, Jakarta Selatan, Kamis (17/4), dini hari. Kabar itu bermula dari sebuah SMS yang kemudian menyebar ke seluruh pekerja infotainmen dan wartawan hiburan. Beberapa tayangan infotainmen memberitakan gosip itu. Tapi konfirmasi atau gambar penangkapan, tidak pernah dapat ditunjukkan. Bahkan keberadaan Tamara pun tak diketahui pasti, antara di Jakarta dan Malaysia. Tapi, gosip itu makin kencang berhembus karena Kanit II Narkoba Mabes Polri Kombes Pol Drs Siswandi mengatakan, "Belum, belum diperiksa." Entah siapa yang belum diperiksa.

Gosip itu kemudian tak dapat dibuktikan "kebenarannya" oleh infotainmen. Tapi, bukan berarti selesai. Gosip baru muncul, Tamara tak dijerat pidana dalam kasus nyabu itu karena membayar Rp 6 miliar kepada polisi. Tak ada konfirmasi atau bantahan dari Tamara, cuma ibunya, Farida Gasic, yang bersuara. "Enam miliar darimana? Emang penghasilannya sampai segitu?"

*******


Gosip. Fitnah. Hal-hal semacam itulah yang berseliweran di televisi. Kabar yang bisa menjadi "headline" infotainmen, meski tak diketahui sumbernya, dan tak pernah ada peristiwanya, seperti "kasus" Tamara itu. Hebatnya, kabar semacam ini bisa muncul berhari-hari, dan tetap tanpa penjelasan yang berarti. Gosip Tyas Mirasih hamil bisa tayang sampai dua minggu, dan selama itu, tak ada kejelasan apa pun, selain gambar yang berputar seputar perut Tyas. Lalu Laudya Cintya Bella, juga dikabarkan hamil, karena tertangkap kamera tengah bersama Panji, memasuki klinik di Jakarta. Kabar ini membuat Bella "bingung", dan Panji memberi klarifikasi. Dan, seperti angin, gosip itu pun berhembus...

Ketidakjelasan gosip semacam itu, dan kegairahan infotainmen terus memberitakan, menimbulkan banyak pertanyaan, bahkan bagi artis sendiri. Ayu Azhari misalnya, berani menduga, gosip-gosip semacam itu adalah rekayasa infotainmen. Ayu secara jelas mengakui banyak infotainmen yang menawarkan diri untuk "mengelola" gosip pada artis tertentu, agar namanya dapat lagi naik atau diingat penonton. "Saya juga pernah mendapatkan tawaran semacam itu. Tapi untuk apa?" jelas Ayu.

Pengakuan Ayu itu mengejutkan. Sebab, selama ini beredar "gosip" di berbagai milis bahwa infotainmen memang dapat dipesan untuk "mengangkat" nama artis yang mulai tenggelam. Bahkan ditengarai, acara ulangtahun, bagi-bagi bingkisan ke tetangga sekitar rumah, yang selalu tayang dari artis "Gelas-gelas Kaca" adalah hasil "main-mata" pada infotainmen tertentu. Pengakuan dan penjelasan Ayu Azhari menegarkan kebenaran "gosip" itu.

Jadi, berangkat dari pengakuan Ayu, jika sumber kabar itu tidak jelas, datang dari artis yang namanya mulai jarang tayang di layar teve, dan kabar itu cukup mengundang sensasi, dapat dipastikan merupakan pekerjaan dari "the invisible hands", yang menangguk sejumlah bayaran. Tujuannya jelas, membuat objek gosip, si artis, namanya kembali diperbincangkan dan atau mendapat simpati publik. Gosip hubungan asmara Agnes Monika dan Dirly Idol misalnya, ternyata adalah "permainan terencana" sebagai pengantar sinetron mereka Jelita. Begitu sinetron tayang, gosip itu pun hilang, dan Dirly nampang dengan kekasih yang "asli". Di situ terjadi kerjasama yang matang antara stasiun teve yang akan menayangkan sinetron tersebut, dan infotainmen yang diproduksi teve itu sendiri. Sungguh rekayasa yang menyakiti penonton televisi.

*********


Gosip, fitnah, bagi penonton teve memang sudah diterima sebagai hal yang biasa. Setiap hari, selalu ada gosip baru dari aktris baru atau lama, yang indah atau keji. Dan karena bernama gosip, infotainmen tak ada beban untuk menayangkannya, bahkan mengulangnya. Sebagai kabar angin, psikologi pembuat dan penikmat seakan berada dalam kata sepakat, nanti akan hilang sendiri, lenyap.

Memang benar, gosip akan hilang sendiri. Ingatan penonton --bahkan sebagian besar masyarakat Indonesia-- memang pendek, terutama karena informasi yang mengepung dan menderas tanpa henti. Tapi, kekuatan --dan juga kejahatan-- gosip bukan pada kemampuannya untuk tinggal dalam kepala penonton, melainkan mengubah persepsi pemirsa di dalam memandang dan atau menganalisa sebuah peristiwa. Jalinan gosip yang kronologis, --Tamara diisukan nyabu, tertangkap, bebas karena nyuap, mengundang Roy Suryo untuk meneliti siapa penyebar SMS, ada rekayasa untuk memburukkan namanya sebagai sarana penghilangan haknya mengasuh Rasya-- membuat penonton berada dalam "ambang nanti" yang tak berkesudahan. Sesudah ini, pasti itu, pasti begini, lalu, dan, akhirnya, ternyata....

Jalinan "kronos" itu menimbulkan efek haus, dahaga, akan duga dan syak-wasangka. Pada akhirnya, gosip mengubah paradigma berpikir penonton yang selalu "melampaui" peristiwa. Yang terjadi adalah "B", tapi benak pemirsa sudah mengelola praduga dari "A" sampai "C" dan "E". Paradigma ini membuat substasi, isi, jadi sesuatu yang tak penting lagi. Yang utama adalah memenuhi rasa haus itu. Dan pemenuhan itu, tanpa disadari, adalah hasil "kreasi" sendiri, imajinasi yang dipanjang-panjangkan, lalu dibenarkan. Gosip memaksa pemirsa melakukan masturbasi pikiran. Dan di ujung dampak semua itu, gosip membuat rasa curiga tumbuh dengan demikian suburnya. Karena rasa curiga telah menjadi bagian dari kenikmatan.

*******


Berabad lalu, filsuf Yunani Socrates sudah mewanti-wanti akan dampak gosip. Meski pada akhirnya bersedia menjadi tumbal dari "gosip", Socrates memberikan cara menangkal gosip. Dia menyebutnya "Saringan Tiga Kali". Saringan itu merupakan metode yang selalu Socrates lakukan untuk menyaring mana kabar yang dia butuhkan mana yang harus dia buang.

Suatu pagi, seorang pria mendatangi Socrates, dan dia berkata, "Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman Anda?"

"Tunggu sebentar," jawab Cocrates. "Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. ujian tersebut dinamakan saringan tiga kali."

"Saringan tiga kali?" tanya pria tersebut.

"Betul," lanjut Socrates. "sebelum Anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai saringan tiga kali.

"Saringan yang pertama adalah kebenaran. Sudah pastikah Anda bahwa apa yang Anda akan katakan kepada saya adalah kepastian kebenaran?"

"Tidak," kata pria tersebut, "Sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda".
"Baiklah," kata Socrates. "Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak.

"Sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu kebaikan. Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?"

"Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk".

"Jadi," lanjut Socrates, "Anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin kalau itu benar. Hmmm...

"Oke, oke, Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, yaitu kegunaan. Apakah yang Anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?"

"Tidak, sungguh tidak," jawab pria tersebut.

"Kalau begitu," simpul Socrates, "Jika apa yang Anda ingin beritahukan kepada saya... tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna sama sekali, kenapa Anda ingin menceritakan kepada saya?!"

Teman Socrates itu pun ngacir, pergi.

Di tengah gosip yang menderas sampai ke ruang keluarga, suara Socrates barangkali harus sering digemakan lagi, sebagai tambat agar akal sehat, nalar, tetap berdiam di kepala banyak orang. Supaya penonton tidak menikmati infotainmen seperti orang yang tersesat di tengah padang, kehausan....

[Artikel ini sudah dimuat di Harian Suara Merdeka, Minggu 4 Mei 2008]