window.location.href="http://rumahputih.net/" ..tera di sesela gegas-gesa <$BlogRSDURL$>
...tera di sesela gegas-gesa
Wednesday, September 28, 2005

Reza, di Mana Berakhirnya Hati Seorang Ibu

Kehidupan memang ibarat panggung sandiwara. Dan tiap sandiwara selalu punya akhir, ketika para pemeran meninggalkan panggung, menanggalkan topeng, kembali ke diri yang asli. Reza Artamevia, tampaknya, menyadari sungguh hal itu.

Setahun lalu, Reza memainkan lakon ini: seorang ibu yang teraniaya. Ia pun menghadapi kamera selalu dengan airmata. Perselisihannya dengan suami, Adjie Massaid, melibatkan dua anak mereka, Zahwa (5) dan Aaliyah (3). "Hati ibu mana yang tidak sakit kalau harus dipisahkan dengan anak-anaknya..." lapor Reza pada banyak infotainmen. Di lain hari, ia pun berkata, "Saya tersiksa sekali. Zahwa sakit, panas... dan saya, saya tidak diperbolehkan melihatnya..." tangisnya tumpah. Kesakitan seorang ibu yang demikian menghipnosa banyak pemirsa. Reza teraniaya, Reza tersiksa. Dan Adjie, suami yang tak banyak bicara kepada media itu, lalu tampil sebagai sosok yang kejam, yang memisahkan kasih ibu kepada anaknya. Suami yang menjadikan anak-anak sebagai perisai untuk dapat kembali menarik Reza sebagai istrinya, dan mau mencabut gugatan cerai.

Tapi Reza kukuh, dan media berpihak padanya. "Akting" ini seperti mendapat tambahan bumbu, sampai Komnas Perempuan pun membela Reza, dan Kak Seto pun angkat bicara. "Psikologis anak-anak akan terganggu jika mereka sampai dilibatkan dalam perseteruan orang tuanya, apalagi sampai dipisahkan dari ibunya."

Reza pun kian ngotot untuk dapat bersama anaknya, kian sering dia tampil mengungkapkan rindu airmatanya, sedan cintanya. Dan menghadapi itu, Adjie dengan enteng berkata, "Saya tak pernah memisahkan Reza dengan anak-anak. Dia masih ibu anak-anak. Reza yang pergi meninggalkan rumah kami, meninggalkan anak-anak. Bukan kami yang menjauhinya. Pintu rumah ini selalu terbuka untuk dia...."

Cerita berikutnya kita tahu. Perceraian "damai" terjadi. Reza "terpaksa" menerima hak pengasuhan anak ada pada Adjie. Dan Adjie harus mencabut pengaduan tentang perselingkuhan Reza.


Hakim Waktu

Setelah itu, masalah tak juga selesai. Reza masih juga tampak sakit karena tak dapat bebas berjumpa dengan anak-anaknya. "Saya tetap tak bisa bebas menjumpai mereka," katanya, mengisak. Dan cerita tentang anak ini tak berlansung lama. Setelah kasus Reza "menghilang", perannya sebagai seorang ibu pun nyaris hilang. Sampai nyaris setahun ini, Reza tak pernah lagi "menangis" karena merasa haknya sebagai ibu teraniaya. Ia lebih sering tampil di teve dengan kerudungnya, bukan untuk menangis menjelaskan kerinduan pada dua anaknya, tapi sibuk menangkis gosip kedekatannya dengan Aa Gatot Brajamusti dan atau si perlente Ari Suta.

Lalu, tiba-tiba, "Peri Gosip" Minggu (18/9) menampilkan Ajie Massaid yang kuyu, mata yang kehilangan tidur, capek berjaga di rumah sakit. Zahwa diserang panas tinggi. "Iya, dia sakit. Panasnya 39 derajat lebih. Dada saya sampai sesak melihat dia begitu. Kadang airmata saya jatuh, tanpa saya sadari," ucapnya, pelan, terbata.

Kemana Reza? Tidakkah dia tahu Zahwa sakit? Demikian tanya narator "Peri Gosip", tanpa memberi jawab. Tapi, infotainmen lain memberitahu keberadaan Reza. Di saat anaknya sakit, Reza justru tengah bernyanyi, menari, menebar senyum, di bawah panggung yang melatari aksi sang guru Aa Gatot bernyanyi. Reza tengah menemani sang guru meluncurkan album perdana Kekasih, dan ikut bernyanyi dengan gairah, sebagaimana yang ditayangkan tunda Anteve, Kamis malam (22/9).

Tidakkah Reza tahu anaknya sakit? "Tidak. Dia tak pernah tahu..." kata Adjie.

Apakah setahun sudah begitu lama, Reza? Apakah waktu dapat melunturkan kasih seorang ibu? Atau bukan waktu, melainkan cinta, cinta pada yang lain?

Inilah kontras itu. Ajie sibuk menerangkan tentang sakit dan cara dia mengasuh anaknya, Reza suntuk menjelaskan kehebatan dan kekagumannya pada Aa Gatot.

"Kalau akhir pekan, saya 24 jam dengan anak-anak. Kalau nggak libur, ya 12 jam kerja, 12 jam dengan anak-anak," katanya.

"Eh, jangan salah ya? Aa yang sekarang justru menjadi guru vokal saya. Napasnya lebih panjang..." terang Reza.

Ajie menjelaskan apa yang dia lakukan, "Kami bermain ya. Bermain dengan anak-anak membuat saya mendapatkan banyak hal. Saya jadi tahu makna kegembiraan yang saya alami saat menjadi kanak-kanak. Saya juga mendapatkan kegembiraan yang dulu tidak saya dapatkan. Saya bahagia bersama mereka."

Reza menceritakan situasi pesantren, dan pilihan para penghuni agar dia membantu Aa mempersiapkan album itu, dan keterlibatan Ari Suta sebagai produser album. "Sudah dipesan 10 ribu copy," jelasnya.

Reza, dalam sebuah infotainmen, pernah mengatakan tak lagi mau mengingat masa lalu. Dan Adjie memang telah menjadi masa lalunya. Tapi, adakah masa lalu untuk Zahwa dan Aaliyah, Reza? Apakah tangis, kerinduan, ketersiksaan seorang ibu yang "dipisahkan" dari anak-anaknya, yang setahun lalu engkau alami, juga telah menjadi masa lalu, Reza? Adakah kasih yang lebih kuat dari cinta seorang ibu? Apakah pepatah "kasih ibu sepanjang jalan, kasih ayah sepanjang galah", tak terjadi untukmu? Apakah lakon barumu kini --mengaji, bernyanyi, dan hidup lebih tenang-- telah menghapus kerinduanmu untuk bertemu dengan anak-anakmu? Atau, masihkah kamu dihalangi untuk bertemu dengan mereka, Reza? Kenapa, kenapa tak pernah keluar lagi nama Zahwa dan Aaliyah dari bibirmu?

Ahh Reza, di mana berakhirnya hati seorang ibu, adakah kau tahu itu?


[Artikel ini telah dimuat di Tabloid Cempaka, Kamis 29 September 2005]